Klasifikasi Tanaman Tebu - Tanaman tebu merupakan tanaman
perkebunan semusin yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya
terdapat zat gula. Tebu berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai
panas. Berbagai varietas tebu telah diluncurkan oleh Kementrian Pertanian untuk
meningkatkan produksi petani. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik
adalah bibit yang cukup 5 – 6 bulan, murni (tidak tercampur varietas lain),
bebas dari penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik. Tanaman tebu mempunyai
batang yang tinggi dan kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tebu yang
tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Batang tebu
beruas-ruas dengan panjang ruas 10– 30 cm. Daun berpangkal pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling.
Klasifikasi Tanaman Tebu
- Kingdom : Plantae (tumbuhan)
- Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
- Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
- Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
- Kelas : Liliopsida (berkeping satu /monokotil)
- Sub Kelas : Commelinidae
- Ordo : Poales
- Famili : Graminae atau Poaceae (suku rumput-rumputan)
- Genus : Saccharum
- Spesies : Saccharum officinarum Linn
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Pada umumnya tebu digunakan sebagai
bahan baku produksi gula. Salah satu industri perkebunan gula yang masih terus
mengusahakan peningkatan produksi gula adalah PT. Gunung Madu Plantations
(GMP). Pengolahan tanah yang diterapkan dalam perkebunan tebu ini adalah sistem
olah tanah intensif terus menerus selama 35 tahun. Pengolahan tanah secara
intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat terjadinya
erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga
terhadap keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah. Produksi gula di PT.
GMP dapat ditingkatkan dengan dilakukan pembenahan media tanam (tanah) tebu
sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah
sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan organik ke dalam tanah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem Tanpa
Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA (bagas, blotong, abu) tebu yang
dihasilkan dari sisa produksi PT. GMP itu sendiri (Batubara, 2013). Pembanguan pertanian tidak hanya ditujukan
untuk memantapkan swasembada pangan saja, tetapi juga mencakup usaha-usaha
peningkatan produksi pangan mencakup kebutuhan pokok lain diantaranya kebutuhan
akan gula. Dari beberapa media masa diberitakan bahawa kebutuhan gula masih
dipasok dari gula impor, karena produksi tebu sebagai bahan baku gula belum
mencukupi. Evaluasi diperlukan untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam evaluasi
lahan dikenal adanya suatu sistem klasifikasi yaitu klasifikasi kemampuan lahan
yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan
kemudian mengelompokkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang dimilikinya.
Dalam klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah faktor-faktor pembatas
lahan (Widianto dalam Arifin, 2003). Industri gula kita sedang mengalami
masalah besar, bahkan berada di ambang kematian. Produksinya berkurang karena
rendahnya pasokan tebu dari petani. Kondisinya semakin memprihatinkan karena
diberondong oleh gula selundupan dan gula impor. Turunnya produktivitas tebu
dari petani diyakini disebabkan oleh peralihan penanaman tebu dari lahan basah
ke lahan kering. Jika tahun 1930an, produksi rata- rata petani tebu Indonesia
13 ton hablur per hektar. Sekarang produksi di lahan kering rata- rata hanya 3
hingga 4 ton hablur per hektar. Penyebab utama turunnya produksi tebu petani
adalah mutu bibit yang buruk. Oleh karena pengetahuan dan kemampuan yang
terbatas, petani tidak mengganti bibit yang ditanam dengan varietas yang lebih
baik. Cara ini beresiko besar terhadap penyakit yang dapat menurunkan produksi
hingga 30% (Abdurrahman, 2008). Sebelum penyakit sereh timbul dan menyerang
tanaman tebu, varietas tebu yang banyak ditanam adalah tebu cirebon hitam dan
tebu jepara putih. Tetapi setelah penyakit sereh menyerang hebat, Balai
Penelitian Tebu pada waktu itu berusaha mencari varietas tahan dengan membuat
persilangan antara varietas liar Saccharum spontaneum dan varietas yang sudah dibudidayakan yaitu
Saccharum officinarum. Tebu liar S. Spontaneum mempunyaibatang yang keras dan
banyak rumpun, sedangkan tebu S. Officinarum mempunyai rasa manis. Dari
persilangan dua varietas tersebut diperoleh di antaranya yang menonjolaalh
POJ-2878. Varietas ini mampu menaikkan produksi gula negara sampai kira- kira
25% (Mangoendidjojo, 2003). Dari proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%,
ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes ( molase) dan air. Karena sari tebu
tidak bisa diolah menjadi gula semuanya, maka tebu pun diolah menjadi pakan
ternak dan alkohol. Selain itu tsanaman tebu (Sacharum officanarum L) merupakan
tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam
batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput- rumputan (
Gramineae) seperti halnya padi, jagung
glagah, bambu dan lain- lain. Daun tebu ini bisa digunakan sebagai bahan bakar
untuk memesak. Karena daun tebu kering cepat panas, pembakarannya setara dengan
minyak tanah (Comic, 2010). Berdasarkan karakteristik Daunnya, daun tebu merupakan
daun tidak lengkap, yang
terdiri dari helai daun dan pelepah daun
saja, sedang tangkai daunnya tidak
ada. Diantara pelepah daun dan
helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang pada bagian
sisi dalamnya terdapat lidah daun. Yang
perlu diperhatikan dalam
mempelajari tanda pengenal
yang terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya
terutama bulu-bulu bidang punggung dan telinga dalam (Indrawanto, 2010).[kt]